Butuh Solusi, Pengusaha Hiburan Dukung Ranperda KTR
Panitia Khusus Rancangan Peraturan Daerah (Pansus Ranperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DPRD DKI Jakarta menggelar audiensi dengan Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (ASPHIJA).
Pertemuan itu membahas usulan dan masukan dari para pelaku usaha. Terkait penerapan aturan larangan merokok di tempat hiburan malam.
Ketua Pansus Farah Savira mengatakan, audiensi tersebut merupakan bagian dari upaya DPRD DKI menyerap aspirasi dari berbagai pihak yang akan terdampak penerapan aturan.
“Kami mengundang asosiasi pengusaha hiburan Jakarta karena selama ini komunikasi langsung belum terjalin. Mereka ini kan menaungi tempat-tempat seperti kafe, diskotek, dan hiburan malam lainnya,” ujar Farah, Selasa (21/10).
Ia berharap, audiensi menjadi langkah awal untuk menyusun peraturan yang seimbang antara kepentingan kesehatan masyarakat dan keberlangsungan usaha sektor hiburan malam di ibukota.
Para pengusaha yang hadir, sambung dia, pada prinsipnya mendukung Ranperda tantang Kawasan Tanpa Rokok. Namun, ada masukan perihal kelonggaran atau pengecualian bagi tempat hiburan malam yang memiliki karakteristik khusus.
“Mereka setuju dengan adanya aturan KTR, tapi menginginkan ada pengecualian di tempat usaha mereka. Karena di tempat hiburan malam, pengunjung biasanya sudah terbiasa merokok, dan akan sulit bagi pengelola untuk mengawasi secara ketat,” ungkap Farah.
Pada kesempatan yang sama, Ketua ASPHIJA Kukuh Prabowo menyampaikan, pihaknya tidak menolak peraturan larangan merokok. Akan tetapi, berharap kolaborasi antara pemerintah daerah dan pelaku usaha untuk mencari solusi realistis.
“Kita bukannya anti dengan peraturan, malah kita datang ke sini untuk cari solusi bareng. Kalau larangan diberlakukan langsung 100 persen tanpa masa transisi, dampaknya bisa besar. Bahkan bisa menurunkan jumlah pengunjung secara signifikan,” ucap Kukuh.
la khawatir, kebijakan pelarangan total bisa memicu peralihan pengunjung ke daerah luar Jakarta. Seperti Tangerang atau Bogor yang belum menerapkan aturan serupa.
“Kita enggak mau tamu malah pindah ke luar Jakarta. Makanya kita minta aturan yang relevan dan realistis,” ungkap Kukuh.
Ia menyatakan, ASPHIJA siap mengikuti aturan pemerintah. Sepanjang penyusunan regulasi mempertimbangkan kondisi lapangan. Termasuk aspek teknis, seperti sirkulasi udara dan standar ruang merokok.
“Kalau tujuannya untuk kesehatan, kita pasti setuju. Kita juga enggak mau pelanggan atau karyawan kita sakit. Tapi harus dibuat aturannya jelas. Misalnya soal ventilasi atau sirkulasi udara di ruangan. Kalau itu dijadikan standar, kita justru lebih mudah menyesuaikan,” pungkas Kukuh. (gie/df)


